Kamis, 11 April 2013

RUU ORMAS di Indonesia



Batalkan Pengesahan RUU OrmasKOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHOPara mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam Aliansi Pemuda, Mahasiswa, dan Pelajar Bandung Raya menggelar aksi di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, menyerukan penolakan terhadap rancangan undang-undang organisasi masyarakat (RUU Ormas), Jumat (5/4/2013).
JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat RI diminta membatalkan rencana pengesahan atas revisi Undang-undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. RUU Ormas dinilai mengebiri kebebasan masyarakat untuk berkumpul dan berserikat sebagaimana dijamin Undang-undang Dasar 1945.
Desakan itu disampaikan Direktur Eksekutif institute for Strategic and Development Studies (ISDS) M Aminuddin, di Jakarta, Kamis (11/4/2013).  "DPR harus menunda pengesahan RUU Ormas. Jika tetap disahkan, itu bisa memicu kegaduhan politik dan membangkitkan gerakan perlawanan yang luas," katanya.
Pembahasan DPR RI tentang revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) bakal mencapai tahap akhir dalam sidang, hari Jumat ini. Sebagian anggota dewan masih ngotot untuk mengesahkan RUU itu, meskipun penolakan dari masyarakat kian menguat.
Menurut M Aminuddin, Pancasila dan UUD 1945 menjamin dan menjaga hak warga negara untuk berpendapat, berkumpul, dan berserikat. Namun, RUU Ormas justru ingin mengekang kebebasan itu. Diihat dari sisi konstitusi, revisi itu mencerminkan kemunduran.
Dalam konteks lebih luas, RUU itu juga sangat meremehkan peran ormas yang lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka berjasa mengembangkan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Peran itu sampai sekarang belum sepenuhnya mampu diberikan oleh negara.
Penolakan RUU Ormas semakin santer. Semua organisasi kemasyarakatan bersatu untuk menolak, baik mereka dari garis kiri, kanan, atau tengah. "Jika pun RUU disahkan menjadi UU, kelompok masyarakat sipil akan langsung mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya.
Editor :
Rusdi Amral

Tidak ada komentar: